Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md mengungkapkan, Rp. Transaksi ganjil 189 triliun itu bukan soal penjualan emas batangan, melainkan penyelundupan emas batangan impor. Dia juga mengatakan, dugaan pencucian uang terkait dengan data Bea dan Cukai, bukan pajak.
“Pernyataan terakhir Ibu Sri Mulyani ke Komisi XI jauh dari kebenaran, karena dia tidak tertipu. Dia diberi data, data pajak, bahkan data bea cukai. Tadi itu penyelundupan emas. Saya tidak tahu siapa yang bohong. Tapi yang itu faktanya,” jelasnya, di RDPU Komisi III DPR RI bersama Badan Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Rabu (29/3/2023).
Mahfud menjelaskan kronologi saat Rp. 189 triliun transaksi. Dia menjelaskan, Sri Mulyani hanya menerima laporan bahwa itu adalah transaksi pajak. Namun sebenarnya ini adalah transaksi emas mentah, dan bukan emas batangan.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Bahkan laporan cukai. Apa itu? Emas. Cukai emas mentah termasuk impor emas batangan yang mahal. PPATK menyelidiki, ’emasnya mana, sudah jadi emas, kok bilang emas mentah?’ Surabaya’. Kami sedang mencari pabrik di Surabaya,” kata Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, laporan tersebut sudah disampaikan PPATK sejak 2017, namun tidak sampai ke Sri Mulyani. Bahkan laporan transaksi mencurigakan itu disampaikan kepada Dirjen Bea dan Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, dan dua orang lain yang tidak disebutkan namanya Mahfud.
“‘Nih, serahkan’ kok nggak pakai surat? Karena sensitif, masalah besar. Sudah dua tahun tidak muncul di tahun 2020. Dikirim lagi, bahkan tidak sampai ke Sri. Mulyani, jadi dia nanya waktu kita kasih tau itu. Dan jelasin ada apa,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah menjelaskan panjang lebar soal laporan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun yang membuat geger publik. Dia mengatakan, jumlah itu berasal dari 300 surat PPATK kepada Kementerian Keuangan sejak 2009 hingga 2023.
Dari 300 surat itu, kata dia, ada 65 surat yang berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kementerian Keuangan.
Namun, kata dia, surat tersebut dikirimkan ke Kementerian Keuangan karena transaksi tersebut terkait dengan tugas Kementerian Keuangan seperti transaksi ekspor dan impor. Bendahara Negara kemudian mencontohkan salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.
Surat itu, kata dia, berisi transaksi Rp 189,273 triliun. Karena banyaknya volume, kata dia, Kementerian Keuangan langsung menyelidiki hal tersebut dan tidak menemukan hal yang mencurigakan karena transaksi dilakukan oleh eksportir dan importir.
“Setelah dilihat, Bea dan Cukai memeriksa nama 15 entitas yang melakukan ekspor impor emas batangan dan perhiasan emas serta money changer,” ujarnya di kantor Kemenko Polhukam, Pusat. Jakarta, Senin (20/3/2023)
(ada/eds)