Jakarta –
Pengemudi ojek online (daring) merupakan lapisan masyarakat yang merespon positif program insentif atau subsidi motor listrik. Mereka berharap subsidi tersebut dapat membantu meringankan pekerjaan mereka.
Namun, nampaknya sebagian driver ojol merasa program ini tidak sepenuhnya tepat sasaran dan kemungkinan besar sulit diperoleh. Salah satu keluhan para pengemudi ojol yang tertarik membeli sepeda motor listrik bersubsidi adalah tingginya biaya produksi STNK yang mencapai Rp 3-4 juta.
“Kami dari kalangan bawah yang menggunakan motor konvensional, sulit bersaing di era sekarang, drivernya banyak dan harga BBM saat ini mahal. Akhirnya kami coba beralih ke motor listrik karena menurut pemerintah ada subsidi,” kata Koordinator Komunitas Ojek Online Wilayah Depok Muhammad Anwar Rizal dikutip Jumat (7/4/2023).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Namun dalam praktek di lapangan, saat kami datang ke beberapa showroom seperti Volta, United, Selis, dll, untuk mendapatkan sepeda motor itu membutuhkan biaya, STNK saja mencapai antara Rp. 3-4 juta, mana subsidi. dari itu? Kata pemerintah mereka membantu kita di mana kita bisa membantu, kalau untuk STNK segitu kita harus bayar,” jelas Rizal.
Selain kenaikan biaya STNK, syarat untuk mendapatkan subsidi motor listrik cukup rumit, kata Rizal, bagi mereka yang kebanyakan tinggal di rumah kontrakan. Diketahui, salah satu syarat program subsidi sepeda motor listrik Rp 7 juta itu meliputi penerima bansos, KUR, dan pemilik rumah dengan daya listrik 450-900 VA.
“Saya ke dealer di Sukmajaya, persyaratannya susah, ditambah biaya yang membengkak. Jadi saya dapat subsidi, listrik di rumah harus 450-900 kan? Kita kontrak, tidak ada listrik (450 watt) ), biasanya kami memiliki token,” tambahnya.
Rizal berharap keluhan dirinya dan rekan-rekannya sampai ke Presiden Joko Widodo karena dia menegaskan para pengendara kolong, seperti pengendara ojol, sangat mendukung dan sangat antusias dengan program subsidi sepeda motor listrik ini.
“Kami yang di bawah paling banyak menggunakan kendaraan bermotor setiap hari. Kenapa tidak didukung, malah dibebani dengan hal-hal seperti dulu. sama-sama tukar 50-50, Ongkosnya Rp 3,5 juta,” ujarnya.
Ia juga mengeluhkan harga aki pabrik lokal yang berkisar Rp 7,5 juta hingga Rp 10 juta.
“Makanya kami makin bingung mau beralih ke motor listrik tapi banyak jebakan batman, kami ingin tetap pakai motor konvensional, persaingan makin ketat,” keluhnya.
Kritik lain kepada pengemudi ojol untuk program subsidi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) adalah PPN tidak dikenakan kepada pembeli kendaraan listrik, sedangkan motor listrik tetap dikenakan PPN.
(das/dna)