Jakarta –
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melarang keras ekspor mineral mentah pada Juni 2023, terutama bijih bauksit dan konsentrat tembaga. Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Namun, pelarangan ekspor bijih bauksit dan konsentrat tembaga pada Juni 2023 tampaknya dapat berdampak serius bagi perekonomian negara.
Melansir dari CNBC Indonesia, Minggu (9/4/2023), dikabarkan larangan ekspor konsentrat ini akan berdampak pada terhentinya aktivitas penambangan di dua tambang besar di Indonesia. Terutama tambang milik PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Diketahui, kedua tambang itu mempekerjakan puluhan ribu warga Indonesia. Jadi, jika kegiatan ekspor dihentikan, ada kemungkinan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali terjadi.
Seperti yang terjadi pada 2017 lalu, ketika pemerintah juga menutup keran ekspor konsentrat tembaga Freeport yang mengakibatkan 33.000 karyawan di-PHK.
Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno, memperkirakan rencana pemerintah menghentikan ekspor mineral mentah akan berdampak besar pada perekonomian daerah. Misalnya di Kabupaten Mimika, saat ini 99% Pendapatan Asli Daerah (PAD) bergantung pada Freeport Indonesia.
“Makanya Mimika hidup karena PAD 99% diberikan PTFI. Kalau tidak bisa ditutup. Kabupaten Mimika akan merdeka,” kata Djoko di CNBC Indonesia, Rabu (5/4/2023).
Djoko juga berharap pemerintah Indonesia memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia. Bahkan progres pembangunan smelter hingga Juni 2023 belum selesai.
“Secara keseluruhan pemerintah juga berpikir kalau capex-nya (PTFI) tinggi, maka dia serius, pasti dimaafkan,” ucapnya.
RI Bisa Kehilangan Pendapatan Rp 120 Triliun
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan izin ekspor dilihat berdasarkan progres pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).
“Berdasarkan laporan per triwulan I-2023, smelter (Freeport) saat ini sudah sekitar 60% selesai. Hampir US$ 2 miliar sudah dihabiskan, jadi progresnya cukup bagus,” kata Menteri Arifin di Istana Negara, Senin (3/3). / 4/ 2023).
Menteri Arifin sendiri mengetahui bahwa saat ini pemerintah memegang 51% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, jika kegiatan ekspor dilarang, akan ada potensi kehilangan pendapatan berupa pajak pemerintah.
Potensi hilangnya pendapatan mengasumsikan harga tembaga US$ 4,5 per pon. “Cukup besar (potensi kerugiannya), hitung saja kalau harga US$ 4,5 per pon tembaga, pendapatannya mencapai US$ 8 miliar per tahun,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, pemerintah masih membahas pro dan kontra atas kebijakan tersebut, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Jadi akan kita bahas lebih lanjut,” ujarnya saat ditanya apakah akan ada relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport.
(da/da)